Jumat, 08 Juni 2018

Culture Shock di Lingkungan Mahasiswa dan Lingkungan Masyarakat

Culture Shock

Culture Shock atau yang dikenal dengan Kejutan Budaya merupakan istilah yang digunakan bagi menggambarkan kegelisahan dan perasaan (terkejut, kekeliruan, dll.) yang dirasakan apabila seseorang tinggal dalam kebudayaan yang berlainan sama sekali, seperti ketika berada di negara asing. 

Perasaan ini timbul akibat kesukaan dalam asimilasi kebudayaan baru, menyebabkan seseorang sulit mengenali apa yang wajar dan tidak wajar. Sering kali perasaan ini digabung dengan kebencian moral atau estetik yang kuat mengenai beberapa aspek dari budaya yang berlainan atau budaya baru tersebut.

Secara umum, ada 3 fase kejutan budaya, yaitu :
  1. Fase Honey moon : Fase dimana terlihat perbedaan budaya baru dan lama, hal ini terlihat sebagai sudut pandangan romantik, menarik, dan baru. Sebagai contoh, pada saat berpindah ke negara asing, seseorang mungkin menyukai makanan yang baru, tempo kehidupan yang baru, sifat masyarakat yang baru, arsitektur bangunan yang baru, dan seterusnya.
  2. Fase Pembelajaran : Fase dimana setelah beberapa hari, minggu, atau bulan, perbedaan kecil antara budaya baru dan lama diselesaikan. Seseorang mungkin rindu makanan rumah, tempo kehidupan terlalu pelan atau terlalu cepat, sifat masyarakatnya mengganggu, dll.
  3. Fase "Semuanya Baik" : Fase dimana setelah beberapa hari, minggu atau bulan, seseorang mulai biasa dengan perbedaan budaya baru dan telah mempunyai kebiasaan-kebiasaan. Pada fase ini, seseorang tidak lagi bertindak memiliki kesan positif atau negetif kepada budaya baru tersebut, karena budaya tersebut tidak lagi dirasakan sebagai budaya baru, melainkan sudah menjadi budaya keduanya.
Namun, pada sebagian kasus, tidak jarang orang tidak sanggup untuk menangani kejutan budaya. Sebagian orang tidak mampu menyerap ke dalam budaya baru dan kembali kepada budaya asal mereka, sementara sebagian yang lain menjadi begitu terpesona dengan budaya asing sehinggakan mereka merasakan mereka harus mengadopsinya sebagai budaya asal mereka.

Orang yang sering bepergian cenderung untuk lebih baik dalam menangani kejutan budaya. Beberapa langkah untuk membantu seseorang mengatasi kejutan budaya, yaitu :
  1. Membaca mengenai negara dan kebudayaannya tujuan sebelum berangkat. Dengan cara ini, negara dan penduduknya lebih dikenali ketika tiba di sana. Dengan itu mereka akan lebih memahami perbedaan dalam negara baru dan dengan itu lebih bersedia bagi menanganinya apabila mungkin (contoh, perbedaan dalam kebersihan).
  2. Berpikir terbuka mengenai budaya yang didatangi.
  3. Ambil masa istirahat atau mengasingkan diri dari pertukaran budaya untuk mengurangkan kejutan sambil menyesuaikan diri.
Saat seseorang yang sudah terlalu lama tinggal di suatu daerah, pasti akan mengalami mengalami kejutan budaya balik saat kembali ke daerah asalnya.

Kejutan Budaya Balik adalah kejutan budaya yang dirasakan ketika seseorang kembali ke negara asal setelah cukup lama tinggal di negara asing. Kejutan semacam ini sering menimbulkan kesan yang sama seperti digambarkan di atas.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Culture Shock di Lingkungan Mahasiswa

Pada lingkungan mahasiswa, culture shock umumnya terjadi pada mahasiswa baru/mahasiswa rantau dikarenakan perbedaan budaya di lingkungan perguruan tinggi. Pada tahun pertama, mahasiswa umumnya mengalami culture shock sehingga dalam hal ini, individu masing - masing harus berani menerima budaya baru tersebut dan melakukan adaptasi sehingga mereka bisa menerima dan menyocokkan diri mereka di lingkungan yang baru dengan budaya yang baru.

Lalu pada tahun - tahun selanjutnya, mahasiswa sudah mulai terbiasa dengan lingkungan tempat belajarnya. 

Namun, tidak semua mahasiswa dapat menerima hal ini. Mahasiswa yang tidak dapat menerima hal ini, menjadi tidak peduli dengan lingkungan sekitar dan menjadi penyendiri. Kadang kala, mahasiswa seperti ini tidak jarang untuk melewatkan kelas kuliah yang sesuai dengan jadwal kuliahnya.

Oleh karena itu, upaya untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar nya adalah kunci utama untuk melewati hal ini. Dan, ini sangat berpengaruh besar dalam kegiatan belajar mengajar maupun bersosialisasi antar mahasiswa.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Culture Shock di Lingkungan Masyarakat

Pada lingkungan masyarakat, culture shock mengalami beberapa fase, yaitu :
  • Fase Honey moon  
     Fase ini merupakan fase pertama saat individu datang ke tempat yang baru, biasanya berlangsung sekitar beberapa hari sampai beberapa bulan Pada masa ini, individu masih terpesona dengan segala sesuatu yang baru. Periode ini ditandai dengan perasaan bersemangat, antusias, terhadap kultur baru dan orang-orangnya. Pada masa ini, perbedaan budaya masih dianggap sebagai sesuatu yang menarik dan menyenangkan. Hal ini diibaratkan seperti masa pengalaman sebagai turis. Biasanya turis akan pulang sebelum masa honey moon selesai, sehingga yang tersisa dalam kenangannya adalah berbagai hal menyenangkan yang ia temui di tempat barunya. Namun apabila seseorang tinggal di suatu tempat lebih lama, bisa jadi keadaan akan diikuti dengan menurunnya suasana hati.
  • Fase Krisis 
      Fase ini merupakan fase dimana individu seringkali dihadapkan pada berbagai macam perbedaan budaya yang ternyata dapat memicu persoalan-persoalan yang belum pernah dihadapinya sebelumnya. Persoalan-persoalan yang nyata ini biasanya menimbulkan perasaan agresif, marah pada kultur barunya karena dianggapnya aneh, tidak masuk akal. Biasanya individu-individu akan berpaling kepada teman-teman sebudayanya, yang dianggap lebih bisa diajak bicara dengan cara pandang yang sama karena memiliki kultur yang sama. Seringkali muncul pendewaan terhadap kultur asal, menganggap kultur asalnya adalah kultur yang paling baik, dan mengkritik kultur barunya seagai kultur yang tidak masuk akal, tidak menyenangkan dan aneh. Kondisi mengkritik kultur baru ini bisa termanfestasi dalam kebencian terhadap kultur baru, menolak belajar bahasanya, terlibat dengan orang-orang di kultur baru tersebut. Pada tahap ini juga muncul stereotipe-stereotipe tentang orang-orang dari kultur baru yang bisa menghalangi interaksi yang efektif dengan penduduk asli. Oberg menyebut masa ini sebagai masa krisis yang akan menentukan apakah individu akan tinggal atau meninggalkan tempat barunya. Pada masa ini pula bisa mencul keinginan regresi, keinginan untuk pulang ke rumah, rindu dengan kondisi-kondisi yang ada di tempat asalnya serta mendapatkan perlindungan dari orang-orang yang memiliki kultur yang sama.
  • Fase Adjustment
Fase ini merupakan fase dimana bila individu bertahan dalam tahap krisis, maka individu akan masuk pada tahap ketiga. Tahap ini terjadi apabila individu mulai bersedia untuk belajar kultur baru. Pada periode ini, individu mulai memahami berbagai perbedaan norma dan nilai-nilai antar kultur aslinya dan kultur baru yang saat ini dimasukinya. Ia mungkin mulai paham bagaimana  cara menggunakan teknologi yang baru, telah mulai menemukan makanan yang lebh cocok dengan lidah dan perutnya, serta mengatasi iklim yang berbeda dll. Ia mulai menemukan arah untuk perilakunya, dan bisa memandang peristiwa-peristiwa di tempat barunya dengan rasa humor. Adler (1975) mengelaborasi konsep ini seperti yang dikembangkan oleh Furnham dan Bochner (1896), bahwa pertama-tama individu mengalami perasaan terisolasi dari kulturnya yang lama. Dan proses disintegrasi terjadi saat individu semakin sadar adanya berbagai perbedaan antara kultur lama dan kultur baru yang diikuti dengan penolakan terhadap kultur baru. Namun demikian, hal ini akan diikuti oleh integrasi dari kultur baru dan saat ia mulai menguasai bahasa setempat, ia semakin mampu menegosiasikan kebutuhannya sehingga tumbuh perasaan otonomi dalam dirinya. Dan akhirnya ia mencapai tahap kemandirian, dimana ia mampu menciptakan makna dari berbagai situasinya, dan perbedaan yang ada akhirnya bisa dinikmati dan diterima.
  • Fase Integration
Fase ini terjadi apabila individu mulai menyadari bahwa kultur barunya punya hal yang baik maupun hal yang buruk, dimana ia harus menyikapi dengan tepat. Pada masa ini akan terjadi proses integrasi dari hal-hal baru yang telah dipelajarinya dari kultur baru, dengan hal-hal lama yang selama ini dia miliki, sehingga muncul perasaan memiliki. Ini memungkinkan munculnya defenisi baru mengenai diri sendiri.
  • Fase Re-Entry Shock
Fase terakhir ini dapat muncul pada saat individu kembali ke tempat asalnya. Individu mungkin menemukan bahwa cara pandangnya terhadap banyak hal tidak lagi sama seperti dulu. Dan pada masa ini pun membutuhkan kembali penyesuaian terhadap kulturnya yang lama sebagaimana ia dulu memasuki kultur yang baru. Dalam penelitian Gaw (2000) ditemukan bahwa individu yang kembali ke dalam daerahnya dan mengalami re-entry shock yang tinggi akan menunjukkan adanya masalah dalam penyesuaian diri dan mengalami re entry culture shock yang tinggi akan menunjukkan adanya masalah dalam penyesuaian diri dan mengalami masalah rasa malu dibandingkan mereka yang mengalami re-entry culture shock yang rendah.